HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (HPI)

PENGERTIAN HP I
1. VAN BTAKEL
Hukum perdata internasional adalah hukum nasional yang ditulis atau diadakan untuk hubungan2 hukum internasional.
2. SIDARTA GAUTAMA ( GOUW GIOK SIONG )
Hukum perdata internasional adalah keseluruhan peraturan & keputusan hukum yang menunjukan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum jika hubungan2 & peristiwa2 antara warga ( warga ( negara pada satu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel2 kaidah2 hukum dari 2 atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan2 ( kuasa, tempat yang pribadi ) soal2
3. MASMUIM
HPS adalah keseluruhan ketentuan2 hukumj yang menentukan hukum perdata dari negara mana harus diterapkan suatu perkara yang berakar didalam lebih dari satu negara

CONTOH2 UNSUR ASING DALAM HPI
1. ORANGNYA YANG ASING
ex : Badu wni melakukan jual beli mobil kepada wna dibukittinggi kemudian timbul sengketa badu mengugat wna itu di PN bkt wna menjawab bahwa jual beli yang telah dilakukanya itu tidak sah dengan alasan sewaktu jual beli itu tidak sah menurut hukumnya dia baru dianggap dewasa setelah berumur 20 tahun sedangkan membuat jual beli umur 21 tahun jadi ia tidak berwenang melakukan jual beli
2. TEMPAT DILAKUKANYA TINDAKAN
ex Badu pergi berobat ke jerman barat disana ia membuat surat apakah ia harus memperhatikan hukum2 jerman dalam membuat surat warisan itu ia hanya memerlukan ketentuan2 BW saja dalam hal ini hukum mana yang akan dipakai
3. TEMPAT LETAKNYA BARANG
ex efek2 yang terdapat diparis ditawarkan dibursa efek menurut hukum perancis hak milik serta resiko segera beralih kepada pembeli sesaat setelah adanya kata sepakat masuk resiko setelah barang diserahkan atau diterima oleh pembeli
4. TEMPAT DILANGSUNGKANYA PERBUATAN
EX Mungkin saja terjadi suatu hubungan hukum antara seseorang wni di Luar negeri ( jepang ) ingin melangsungkan perkawinan disana dalam hal ini hukum mana yang akan diperlukan & dipakai.
Unsur asing yang menyebabkan diterapkanya titik pertalian ( Point Of Contact )
HPI disebut titik pertalian karena mempertalikan fakta2 & keadaan2 atau peristiwa dengan sesuatu sistim tertentu.
Kalau terjadi peristiwa seperti contoh diatas telah ada ketentuan2 yang mengatur cara pemecahan soal2 tsb
Jadi didalam setiap negara terdapat 2 kelompok hukum
1. Kelompok hukum yang berisi ketentuan2 untuk menyelesaikan persoalan2 interen dalam arti semua unusur2nya terdiri dari unsur2 interen
2. Kelompok hukum yang berisikan ketentuan2 yang mengatur & menyelesaikan masalah2 yang mengandung unsure asing yang menetapkan hukum mana yang berlaku terhadap hubungan2 hukum yang tidak termasuk kelompok pertama ( inilah yang disebut HPI )
Terjadi Suatu Peristiwa Hukum Didaerah Yang Tidak Bertuan ( Tidak Satu Negarapun Yang Mengusainya, ex Negara antar tika )
Ex : Orang Indonesia dengan orang jepang mengadakan ekspedisi dipulau antartika kemudian terjadi percekcokan, orang Indonesia merusak barang2 orang jepang setelah tiba dijepang orang jepang tadi menuntut orang Indonesia tersebut dipengadilan, orang jepang minta ganti kerugian
Dalam kasus ini merupakan suatu ketentuan yang berlaku bahwa jika telah terjadi perbuatan yang dilakukan dari dalam wilayah tidak bertuan maka hukum yang harus diterapkan adalah hukum negara dari orang yang menyebabkan kerugian itu
Dalam hubungan ini hukum Indonesia dinamakan hukum tanah air “ Heimat Srohr “

HPI paling banyak berada dalam yuris prudensi karena kasus banyak diputuskan di PN & HPI tersebar dimana2 seperti di BW, Yurisprudensi dll
HPI merupakan bagian dari hukum nasional dengan demikian HPI belum di kodifikasi tapi dia tersebar diberbagai peraturan per uu an & ditempat lain
Ex : BW, Bpk, uu kepailitan, kebiasaan, yurisprudensi, traktat

DI INDONESIA WADAH UTAMA HPI DICANTUMKAN DALAM AB ( ALGEMENE BEL PALINGEN VAN WET GEVING PASAL 16, 17 & 18 )
Ketiga pasal itu merupakan ketentuan2 dasar tentang HPI sebab itulah ia dimasukan kedalam AB Bukan BW sebab AB merupakan UU yang sifatnya sementara, karena didalamnya terdapat pedoman2 kepada para hakim didalam menjalankan tugasnya yang tidak saja meliputi bidang hukum perdata tapi meliputi bidang2 hukum lainya

Isi Dari Ke 3 Pasal AB Tersebut Diatas :
1. Pasal 16 AB Status Personil Seseorang & Wewenang
Status & wewenang seseorang harus dinilai menurut hukum nasionalnya ( Lex patriae )
Jadi seseorang dimanapun ia berada tetap terikat kepada hukumnya yang menyangkut status & wewenang demikian pula orang asing maksudnya status & wewenang orang asing itu harus dinilai hukum nasional orang asing tersebut
2. Pasal 17 AB Status Kenyataan / Riil Status
Mengenai benda2 tetap harus dinilai menurut hukum dari negara atau tempat dimana benda itu terletak ( lex resital )
3. Pasal 18 AB Status Campuran
Status campuran bentuk tindakan hukum dinilai menurut hukum dimana tindakan itu dilakukan ( Locus Regit Actum )

Ketiga pasal tersebut diatas merupakan contoh dari ketentuan penunjuk disebut sebagai ketentuan penunjuk karena menunjuk kepada suatu sistim tertentu mungkin hukum nasional maupun hukum asing, dalam prakteknya hakim yang mengadili kasus HPI ini merupakan atau memakai hukum asing hal ini dilakukan oleh sang hakim dengan dasar karena UU yang berlaku dinegara orang asing tersebut yang memerintahkan bahwa dalam kasus yang dihadapi tersebut menerapkan hukum asing
Dengan hal tersebut diatas yaitu dimana hukum sang hakim menunjuk hukum orang asing dengan demikian perkara diadili berdasarkan hukum asing itu begitu caranya HPI dengan menunjuk ( Reference Rule ) ada kalanya dirasa kurng sesuai dengan cita2 hukum kita kalau sesuatu materi tertentu dikusai oleh hukum asing atau hukum asing itu dirasakan kurang menjamin kepastian hukum dalam hal ini pembuat uu membuat peraturan sendiri yang langsung menyelesaikan persoalan tersebut tanpa menunjuk kepada suatu sistim hukum tertentu, ketentuan yang seperti ini dinamakan ketentuan mandiri ( Own Rule )
Jadi dalam HPI terdapat 2 ketentuan
1. Ketentuan penunjuk
2. Ketentuan mandiri
Ex Ketentuan mandiri
Seorang WNI yang berada di LN ingin membuat surat wasiat dalam hal ini hukum mana yang akan dipakai menurut ketentuan HPI kita ( pasal 16 AB ) perbuatan surat wasian itu terkait antara status kita ( pasal 16 AB ) perbuatan surat wasiat itu terkait antara status & wewenang maka yang harus diterapkan adalah hukum nasional orang tersebut dalam hal ini hukum Indonesia. Dianggap saja orang tersebut telah memenuhi syarat status & wewenang persoalan yang muncul adalah bahwa pembuatan surat wasiat merupakan suatu tindakan hukum & tindakan ini harus dituangkan kedalam bentuk tertentu terhadap bentuk tindakan hukum dikuasai oleh pasal 18 AB yang menentukan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum ditempat dilakukanya tindakan dalam hal ini hukum asing hukum asing yang akan diterapkan itu missal menetapkan menentukan syarat2 yang lebih ringan. Cara2 pembuatan surat wasiat umpamanya hukum asing itu menetapkan sudah memenuhi syarat jika surat wasiat itu ditulis di selembar kertas begitu saja
Sedangkan menurut hukum kita hal tersebut kurang menjamin kepastian hukum, pada hal menurut BW kita untuk pembuatan surat wasiat didalam negeri ada 3 kemungkinan ( pasal 931 BW ) Olografis Akte Umum atau Akte Rahasia
Jadi kalau syarat di LN lebih ringan maka hal ini akan membahayakan kepentingan ahli waris & kepastian hukum menurut hukum kita karena itu lalu diadakan pencegahan dengan jalan membuat ketentuan yang dicantumkan dalam pasal 945 sub 1 BW yang isinya
“bahwa seorang wni yang berada di LN tidak diperbolehkan membuat surat wasiat melainkan dengan akta otentik ( Ketentuan penunjuknya ) & dengan mengindahkan tertib cara yang lazim dinegara mana surat itu dibuat”.

HPI – BURAHIM ESDE
Jadi apapun isinya ketentuan asing itu surat wasiat itu mutlak harus dibuat dalam bentuk otentik hanya saja formalitas2 yang harus dipenuhi ialah ketentuan2 yng berlaku dinegara yang bersangkutan umpamanya dinegara kita harus dimuka NOTARIS & DI LN umpamanya dimuka hakim. Ketentuan pasal 945 SUB 1 BW ini merupakan Penerobosan dari pasal 18 AB dimana menurut pasal 18 AB surat wasiat itu harus dibuat menurut hukum yang berlaku ditempat pembuatan surat wasiat ternyata tidak diindahkan atau tidak dikerjakan atau tidak dilakukan karena tentang bentuk ini sudah ditentukan sendiri oleh pasal 945 SUB 1 BW tersebut diatas sebaliknya tidak pula bersamaan dengan ketentuan interen seperti yang ditentukan didalam pasal 931 BW ketentuan demikian inilah yang dinamakan ketentuan mandiri

Berdasarkan uraian diatas dapatlah disumpulkan bahwa ketentuan mandiri itu mempunyai sifat2 sbb
1. Menentukan sendiri hukum yang harus diperlukan
2. Tidak mengindahkan ketentuan asing yang mungkin ada mengenai materi yang diatur
3. Tidak serupa atau mirip atau identik dengan ketentuan interen

HPI Terdiri Dari :
1. Ketentuan menunjuk
2. Ketentuan mandiri

Pasal 945 SUB 1 BW tersebut mengandung kedua ketentuan dimaksud yaitu harus dengan akta otentik ( ketentuan mandiri ) & formalitas menurut hukum ditempat pembuatanya ( ketentuan penunjuk ).
Contoh : Keduanya pasal 945 SUB 1 BW

Sumber HPI Secara Umum
Sumber HPI sama dengan sumber hukum nasional karena dia merupakan bagian & sumber hukum nasional yaitu :
– Tertulis = mutlak = UU = sifatnya samar & tidak global
– Tidak tertuils = kebiasaan, yurisprudensi
Sumber yang terutama HPI dari yurisprudensi

Sumber HPI sama dengan sumber hukum nasional karena HPI merupakan bagian dri hukum nasional Sumber utama HPI adalah pada kebiasaan & yurisprudensi sedangkan UU ( Hukum tertulis ) sedikit sekali oleh karena sumber tertulis HPI sedikit sekali maka hakim sering menghadapi kekosongan hukum sesuai dengan pasal 22 AB yang menyatakan bahwa hakim yang menolak mengadili suatu perkara dengan alasan tidak ada UU / aturan2 maka dapat dituntut untuk itu hakim akan mencarinya pada kebiasaan atau yurisprudensi kalau dalam kedua kas tersebut diatas ( kebiasaan, yurisprudensi ) masih belum ditemukan maka ia akan menciptakan hukum sendiri dengan kata lain hakimnya disebut menemukan hukum artinya hakim itu aktif & kreatifitas

v Hukum Dalam Memberi Keputusan Kalau Salah Tidak Akan Dituntut Tapi Kariernya Hancur
Kebiasaan yurisprudensi juga tercantum dalam pasal 1 BW Swiss yang menyatakan bila terdapat kekosongan dalam per uu an hakim mencari dalam kebiasaan yurisprudensi kalu tidak ada ia mencari dari p[endapat2 ahli / doktrin kalu disinipun ( doktrin ) tidak ada ditemukan maka ia menghayalkan diri sebagai pembuat uu

Pada Statuta Mahkamah Internasional ( Internasional Court Of Justice ) Pasal 38 Menyatakan The Court Shau Apply
a. International Convension ( Convensi2 Internasional )
Ketentuan2 dalam konvensi internasional
b. International custom
c. General principles of law
Prinsip2 umum tentang hukum
d. Yudicial and the leaching of the most highly qualitied publicisty yuris prudensi & doktrin

Sumber HPI Indonesia
Dapat digolongkan atas 2 masa yaitu
1. Masa sebelum tahun 1945 .Sumber HPI Indonasia (HINDIA Belanda)
yaitu:
– Pasal 16 AB, 17 AB, 18 AB
– Pasal 131 IS dan 163 IS
2. Masa setelah tahun 1945 ( Setelah Indonesia merdeka )
a. Pasal 16 AB, 17 AB, 18 AB
b. UU kewarganegaraan RI yaitu UU no 62 / 1958
c. UU no 5 tahun 1960, UU pokok agraria
dalam uu ini ada 2 pasal yang menyangkut dengan HPI
1. Pasal 9 ayat 1
Yang menyatakan bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air,ruang angkasa dalam batas2 ketentuan pasal 1 & 2 dengan ketentuan tersebut orang asing atau badan hukum asing tidak boleh memiliki tanah di Indonesia kepada mereka hanya diberi hak guna bangunan & hak guna usaha & hak pakai & hak lainya kecuali hak milik
Kalau orang asing bisa mempunyai hak milik berarti ada negara dalam negara
2. Pasal 1 ayat 1 menyatakan seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa indonesia
d. UU penanman modal asing uu no 1 / 67 = berkaitan dengan HPI
e. UU penanaman modal dalam negara uu no 6 / 68

Teori2 Tentang Kualifikasi
Dalam setiap proses pengambilan keputusan hukum tindakan kualifikasi merupakan tindakan yang praktis & selalu dilakukan alasanya dengan kualifikasi orang mencoba menata sekumpulan fakta yang dihadapi mendeteksi serta menempatkanya kedalam suatu kategori atau kelompok atau ukuran tertentu
Dalam HPI masalah kualifikasi ini lebih penting artinya sebab dalam perkara HPI orang selalu menghadapi kemungkinan pemberlakuan lebih dari satu sistim hukum untuk mengatur sekumpulan fakta tertentu kenyatan ini menimbulkan masalh utama yaitu dalam suatu perkara HPI tindakan kualifikasi harus dilakukan berdasarkan sistim hukum mana atau berdasarkan sistim hukum pap diantara berbagai sistim hukum yang relevan
Dalam HPI dikenal dengan 2 jenis kualifikasi yaitu :
1. Kualifikasi Hukum ( Classification Of Law )
Penggolongan seluruh kaidah hukum kedalam kelompok hukum tertentu yang telah ditetapkan hukum sebelumnya
2. Kualifikasi Fakta ( Classification Of Facts )
Kualifikasi yang dilakukan terhadap sekumpulan fakta dalam suatu peristiwa hukum untuk ditetapkan menjadi satu atau lebih peristiwa hukum berdasarkan kategori hukum & kaidah2 hukum dari sistim hukum yang dianggap seharusnya berlaku

Kualifikasi fakta ini dilakukan dengan mengikuti langkah sbb :
Sekumpulan fakta yang sudah dikodifikasikan yang ada dalam suatu perkara dimasukan kedalam kelompok hukum yang ada kualifikasi sekumpulan fakta tersebut kedalam ketentuan hukum yang seharusnya diberlakukan kualifikasi dalam HPI lebih rumit dibandingkann dengan kualifikasi dalam persoalan 2 hukum intern

v Hal2 Yang Menyebabkan Rumitnya Kualifikasi Dalam HPI adalah
1. Berbagai sistim hukum yang ada didunia ini mengunakan istilah ( terminology ) yang sama tetapi untuk menyatakan hal yang berbeda
Contoh :
Istilah domisilii berdasarkan hukum Indonesia artinya tempat kediaman tetap, tetapi domisili dalam pengertian hukum inggris berarti tempat kelahiran atau tanah air
2. Berbagai sistim hukum mengenal lembaga hukum tertentu tetapi tidak dikenal pada system hukum lain
secara ringkas contoh adopsi
Dalam perdata hukum berat tidak dikenal yang mengenal adopsi adalah orang tiongha, alasan karena bagi orang tiongha adalah kalau menyembah dewanya yang akan diterima adalah doa anak laki2 sehingga kalau orang tidak mempunyai anak laki2 maka mengadopsi anak
Contoh : lembaga pengangkatan anak yang dikenal atau yang terdapat dalam hukum tiongha tetapi dalam BW tidak ada
3. Berbagai sistim hukum menyelesaikanperkara2 hukum yang secara factual pada dasarnya sama tetapi dengan mengunakan kelompok hukum yang berbeda beda
Contoh :
Seorang janda yang menuntut hasil sebidang tanah warisan suaminya, dari sistim hukum perancis hal ini dikategorikan kedalam masalah warisan tetapi menurut sistim hukum inggris hal ini termasuk kedalam persoalan hak janda menuntut bagianya dari harta perkawinan

Berbagai sistim hukum mensyaratkan sekumpulan fakta yang berbeda untuk menetapkan adanya suatu peristiwa hukum yang pada dasarnya sama

Contoh :
Masalah peralihan hak milik menurut hukum perancis misalnya hak milik telah dianggap beralih setelah adanya kata sepakat sedangkan menurut hukum belanda hak milik baru beralih setelah benda diterima oleh pembeli
5. Berbagai sistim hukum menempuh prosedur yang berbeda untuk menentukan hasil atau status hukum yang pada dasarnya sama
Contoh :
Suatu perjanjian baru mengikat bila perjanjian itu dibuat secara bilateral sedangkan menurut hukum belanda / Indonesia perjanjian itu adalah juga sah kalau [erjanjian tersebut adalah perjanjian sepihak atau tidak bilateral
Sc jadi Indonesia mengenal perjanjian sepihak & perjanjian bilateral
– Perjanjian sepihak adalah penghibahan
– Perjanjian bilateral didalamnya terdapat hak & kewajiban

Dari kelima hal tersebut diatas kalau disimpulkan dapat dijadikan 2 masalah uatam yaitu :
1. Kualifikasi dalam HPI masalahnya adalah kesulitan untuk menentukan kedalam kategori apa sekumpulan fakta dalam perkara harus digolongkan
2. Apa yang harus dilakukan bila dalam suatu perkara tersangkut lebih dari satu sistim hukum & masing2 menetapkan cara kualifikasi yang berbeda ( konflik kualifikasi )

Masal utama yang dihadapi oleh HPI adalah berdasarkan sistim hukum apa kualifikasi dalam suatau perkara HPI harus dilakukan

Contoh
Sistim kasus perkawinan dimalta ( the maltese matriabe case ) th 1889
Yang dikenal dengan kasus Anton VS Bartolo
Kasus posisi / pokok perkara sbb :
a. Sepasang suami istri yang menikah sebelum tahun 1870 yang berdomosili di malta (Jajahan Inggris)
b. Setelah pernikahan mereka pindah ke ajasair ( jajahan perancis ) & memperoleh perancis
c. Suami membeli sebidang tanah di perancis
d. Setelah suami meninggal si istri menuntut ¼ bagian dari hasil tanah ( usufruct right )
e. Perkara diajukan dipengadilan perancis ( aljasair )
Dari fakta tersebut diatas terlihat titik taut ( connecting factors ) antara lain
1. Inggris ( malta ) adalah Locus Celebrationis ( tempat diresmikannya perkawinan dengan demikian hukum yang berlaku adalah hukum dimana perkawinan itu diresmikan ) sehingga hukum inggris relevan ( sesuai ) = ( tptdupas ) sebagai lex loci celebrationis (
menjadi hukum dari tempat diresmikanya suatu perkawinan )
2. Perancis ( aljasair ) adalah hukumnya relevan sebagai
– Domisilli ( lex domicilli )
adalah hukum dari tempat kediaman seseorang
– Nasionalitas ( lex patriae ) pasal 16 AB
Hukum dari tempat seseorang menjadi warga negara
– Situs benda ( lex situs ) pasal 17 AB
Hukum dari tempta dimana suatu benda berada
– Locus Forum ( Lex Fori )
Hukum dari tempat kejadian yang menyelesaikan perkara

Cara Penyelesaian Perkara
Kasus anton vs bartolo melibatkan 2 sistim hukum yaitu :
Ketentuan HPI perancis & ketentuan HPI inggris
Sedangkan kedua ketentuan ini terdapat kesamaan sikap yakni sbb
1. Masalah pewarisan tanah harus diatur oleh hukum dari tempat dimana tanah berada atau terletak ( pasal 17 AB ) asas lex rei sitag )
Pasal 16, 17 AB berlaku didunia
2. Hak2 seorang janda yang timbul / lahir karena perkawinan ( matrimonial right = hukum janda ) harus diatur berdasarkan hukum dari tempat para pihak berdomisili pada saat perkawinan diresmikan ( asa lex loci celebrationis )

Antara Kaidah HP Inggris & Perancis Terdapat Kesamaan Sifat sbb :
Masalah pewarisan tanah harus diatur oleh hukum dari tempat dimana tanah itu terletak atau berada

Hak2 seworang janda yang timbul / lahir karena perkawinan harus diatur berdasarkan hukum dari tempat para pihak bertempat tinggal ( domisili ) pada saat perkawinan diresmikan ( asa lex loci selebritionis )

Yang menjadi permasalahan bagi hakim perancis adalah sekumpulan fakta tersebut diatas bagi hukum perancis ( code sipil ) digolongkan sebagai masalah pewarisan tanah sedangkan berdasarkan hukum inggris perkara akan dikualifikasikan sebagai masalah hak janda / harta perkawinan

Dari uraian diatas melahirkan pertanyaan fakt2 tersebut diatas harus dikualifikasikan sebagai perkaraa apa ? Disinilah timbul persoalan konflik kualifikasi, berdasarkan hukum perancis maka tuntutan janda akan ditolak sebab berdasarkan hukum perancis seorang janda tidak berhak mewarisi harta peningalan suaminya. Sedangkan kalau perkara tersebut di kualifikasikan berdasarkan hukum inggris ( lex loci celebritionis ) maka tuntutan janda tersebut dapat dikabulkan karena berdasarkan hukum inggris seorang janda berhak atas hasil tanah itu sebagai bagian dari harta perkawinan
Hakim prancis akhirnya memutuskan bahwa perkara tersebut harus dikualifikasikan sebagai masalah harta perkawinan dengan demikian ternyata hakim perancis menggolongkan perkara tersebut berdasarkan hukum inggris & hukum inggris dalam perkara dimaksud dianggap sebagai hukum yang seharusnya berlaku lex causae
Sebagaimana telah diketahui kalau terjadi perkara HPI maka terjadi pula pembenturan atau lebih sistim hukum untuk menentukan sistim mana yang akan dipakai oleh hakim lex fori maka lahirlah berbagai teori tentang kualifikasi

Teori Tentang kualifikasi
1. Teori kualifikasi berdasarkan lex fori
Dipelopori oleh frans kahn ( jerman ) bartin ( perancis )
Kedua took ini mendasarkan toerinya kepada anggapan bahwa
“ Kualifikasi harus dilakukan berdasarkan hukum dari pengadilan yng mengadili perkara ( lex fori ) sebab kualifikasi adalah bagian dari hukum intern sang hakim
Lasan Fran Kahn melakukan kualifikasi berdasarkan lex fori adalah
a. Simplicity
Apabila perkara dikualifikasi berdasarkan lex fori sudah barang tentu hakim yang menyidangkan mengerti betul tentang hukum & hukum mana yang akan diberlakukan terhadap perkara yang dihadapi ( simplicity )
b. Certainty
Orang2 yang berpekara / berkepentingan dalam perkara pada umumnya secara garis besarnya telah mengetahui sebagai peristiwa hukum apa perkaranya & nanti akan dikulifikasi oleh hakim kedalam perisrtiwa hukum yang telah mereka ketahui serta segala konsekwensinya
Bartin menambahkan alasan lagi kenap kualifikasi dilakukan berdasarkan lex fori yaitu
Bahwa seoarng hakim telah disumpah untuk menerapkan & memelihara & menegakan hukumnya sendiri & bahkan hukum asaing manapun

Menurut Bartin
Kalau seorang hakim menerapkan hukum asing dalam perkara yang dihadapi itu dilakukanya dengan alasan
1. Untuk membatasi kedaulatan lex fori
2. Pembatasan kedaulatan lex fori itu dilakukan bahwa ketentuan hukum asing itu pengertianya / derajatnya ataupun dari segi keadilannya dibandingkan dengan hukum lex fori seimbang
3. Apabila hakim tersebut tidak menemukan dalam hukumnya sendiri konsep hukum asing tsb tetapi ia harus mencari konsep hukumnya sendiri yang setara dengan konsep hukumaasing itu dengan cara ijtihat ( Mengailkan dirinya sebagai pembuat hukum / uu )

Dalam ketentuan yang ada tidak selaku harus diterapkan hukum lex fori ( hukum sang hakim ) dalam beberapa hal ada pengecualinya yaitu sebagaimana tersebut dalam :
Pasal 17 AB
Terhadap benda tetap / benda bergerak maka hukum yang berlaku adalah hukum dari tempat dimana benda tsb berad
Pasal 18 AB
Hukum yang berlaku atas suatu kontrak adalah hukum dimana kontrak itu disebut lex loci contractus

Kebaikan dari teori kulifikasi berdasarkan lex fori
1. Perkara dapat cepat diselesaikan
2. Putusan yang diberikan oleh hakim akan mendekati keadilan
3. Hakim mengerti benar / betul tentang hukum yang menyangkut perkara yang dihadapinya karena perkara itu dikulifikasikanya kedalam lex fori

Kelemahanya
Kadang kala pengkualifikasikan kedalam sistim hukum lex fori tidak sesuai dengan ukuran / kategori / rasa keadilan bahkan sama sekali tidak dikenal oleh sistim asing

Contoh Kasus / Posisi Kasus
1. A berusia 19 tahun berdomisi di prancis
2. A menikah dengan B / wanita WN inggris ) pernikahan dilakukan di inggris
3. A menikah dengan B tanpa izin orang tua sedangkan izin diperlukan ( hal ini diwajibkan oleh pasal 148 code civil perancis )
4. Di perancis A kemudian mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ( marriage annul ment ) dengan dasar perkawinanya dengan B dilakukan tanpa izin orang tua permohonan ini dikabulkan oleh pengadilan perancis
5. Beberapa waktu kemudian B melangsungkan perkawinan dengan C ( WN inggris )
6. Berdasarkan hukum inggris yang sebenarnya B masih terikat perkawinan dengan A oleh karena itu perkawinan A & B belum bubar dengan alasan tersebut C mengajukan permohonan pembatalan perkawinanya dengan B alasan C adalah B telah melakukan poliandri
7. Permohonan C diajukan di pengadilan inggris

Untuk Menyelesaikan Perkara Tersebut Diatas
1. Harus didudukan apakah perkawinan A & B dianggap sah / tidak
Dalam hal ini titik taut yang ada menunjukan kearah hukum inggris karena perkawinan A & B diresmikan di inggris serta meninjuk kearah hukum perancis karena A WN perancis & berdomisi di prancis
2. Setelah menyadari bahwa kenyataan B masih terikat perkawinandengan A sebab berdasarkan hukum inggris perkawinan A & B belum dibubarkan maka C mengajukan permohonan pengabulan pembatalan perkawinanya dengan B ( B telah poliandri ) permohonan si C diajukan di PN inggris

Pertama kali hakim akan memeriksa D akan memutuskan perkara tentang apakah perkawinan A & B dianggap sah /
Perkawinan A & B diresmikan di inggris serta menunjuk ke arah hukum perancis karena A sudah warga negara perancis & berdomisi di prancis

Dalam hal ini kaidah HPI inggris menyatakan bahwa :
a. Persyaratan utama dari suatu perkawinan adalah
Bahwa pria tersebut telah mampu menurut hukum untuk melakukan pernikahan
Dalam kasus diatas untuk menetukanya itu melihat pada dimana yang bersangkutan berdomisili
b. Persyaratan formal suatu perkawinan adalah
diatur oleh hukum dimana perkawinan itu dilangsungkan ( lex luci celebritionis )
dalam kasus diatas adalah di inggris

Pasal 148 CC menyaratkan bahwa seorang anak laki2 yang belum berusia 25 th tidak dapat menikah bila tidak ada izin dari ortu & ini merupakan syarat utama / esensial

Jadi bagi hukum perancis dimana si A berdomisi dengan tidak adanya izin ortu seharusnya menyebabkan batalnya perkawinan antara A & B

Karena perkaranya diajukan di inggris maka hakim di inggris memutuskan bahwa :
– Perkawinan antara A & B dinyatakan tetap sah sebab
Syarat formal
Karena / sebab izin dari ortu dalam hukum inggris tidak dianggap sebagai syarat utama
Syarat utama
Ex loci celebritionis perkawinan itu dilaksanakan di inggris
– Karena itulah perkawinan antara B & C tidak sah karena dianggap B mengadakan poliandri maka dari itu perkawinan B & C harus dinyatakan batal & dengan demikian permohonan C dikabulkan
Kesimpulan dari kasus tersebut diatas hakim inggris mengualifikasikan hukum itu berdasarkan hukumnya sendiri ( lex fori ) dengan demikian pasal 148 cc dikualifikasikan berdasarkan lex vori

2. Teori kulaifikasi berdasarkan lex Causae
Pendukung teori ini adalah martin wolff & G.c Cheshire
Teori ini beranggapan bahwa setiap kulifikasi sebaiknya dilakukan sesuai dengan sistim serta ukuran dari keseluruhan hukum yang bersangkutan dengan perkara
Tujuan kualifikasi untuk menentukan ketentuan HPI mana dari lex fori yang erat kaitanya dengan ketentuan hukum asing yang seharusnya berlaku penentuan ini dilakukan dengan berdasarkan kepada hasil kualifikasi yang telah dilakukan berdasarkan sistim hukum asing yang bersangkutan setelah itu baru ditetapkan ketentuan hukum apa yang mana diantara ketentuan HPI lex fori yang harus dipakai untuk menyelesaikan perkara

3. Teori kualifikasi berdasarkan secara bertahap
Tokohnya Adolph schnitzere, dr sunaryati hartono, ehrenzweig
Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori lex causae menurut teori ini untuk mentukan lex causae yang mana perkara yang ada terlebih dahulu dikualifikasi setelah itu baru ditetapkan kualifikasi lex causae

4. Teori kualifikasi berdasarkan analitik / otonom
Tokohnya Ernst rabel & beckeff
Teori ini mengunakan metode perbandingan hukum untuk membangun suatu sistim kualifikasi HPI yang berlaku secara universal
Menurut teori ini tindakan kualifikasi terhadap sekumpulan fakta harus dilakukan secara terlepas dari kaitanya terhadap suatu sistim hukum local / nasional tertentu ( otonom ) artinya dalam HPI seharusnya ada pengertian2 hukum yang khas & berlaku umum serta mempunyai makna yang sama dimanapun didunia
Untuk mewujudkan hal tersebut menurut rabel haruslah digunakan metode perbandingan hukum dalam rangka mencari pengertian2 HPI yang dapat diberlakukan dimana2
Tujuanya :
Menciptakan sistim HPI yang utuh & sempurna serta yang berisi konsep2 dasar yang bersifat mutlak
Teori tsb diatas sulit diwujudkan dalam praktek karena :

a. Menemukan & menetapkan pengertian2 hukum yang dapat dianggap sebagai pengertian yang berlaku umum adalah merupakan pekerjaan yang sangat sulit dilaksanakn
b. Hakim yang hendak menerapkan teori ini harus mengenal semua sistim hukum didunia agar ia dapat menemukan konsep2 yang memang diakui diseluruh dunia

Prof Sudargo Gautama
Menyatakan teori tsb diatas walaupun sulit dijalankan tetapi cara pendekatan yang dilakukan oleh teori tersebut perlu diperhatikan kalau dapat dipahami
Lebih lanjut gautama menyatakan
Konsep2 HPI jangan diartikan hanya lex fori belaka tetapi harus juga disandarkan pada prinsip2 yang dikenal secara universal dengan memperhatikan konsep2 didalam sistim hukum asing yang dianggap hampir sama

5. Teori kualifikasi berdasarkan HPI
Tokohnya G.Kegel
Teori ini berpandangan bahwa setiap kaidah HPI harus dianggap memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai oleh suatu kaidah HPI haruslah diletakan didalam konteks kepentingan HPI yaitu :
– Keadilan dalam pergaulan internasional
– Kepastian hukum dalam pergaulan internasional
– Ketertiban dalam pergaulan internasional
– Kelancaran lalu lintas pergaulan internasional
Karena itu pada dasarnya masalah bagaimana proses kulifikasi harus dijalankan tidaklah dapat ditetapkan setelah penentuan kepentingan HPI apa / mana yang hendak dilundungi oleh suatu kaidah HPI tertentu
Kepentingan2 itu dapat meliputi kepentingan para pihak dalam suatu hubungan HPI & yang tsb diatas
TITIK TAUT
Setelah pokok masalah dalam perkara dapat ditautkan dalam kualifikasi maka langkah berikutnya menentukan hukum apa / mana yang di berlakukan dalam penyelesaian perkara tersebut. Untuk itu hakim harus mencari & menentukan titik2 taut yang mengaitkan pokok perkara itu dengan sistim hukum tertentu
Setiap situasi & fakta berisi unsur2 yang bila dikaitkan oleh sistim HPI tertentu dapat membantu untuk menentukan sistim hukum apa yang harus di atau dapat digunakan untuk mengatur situasi factual yang dimaksud
Ex :
Seorang warga negara jerman berdomisili di inggris, meninggal diperancis & meninggalkan sejumlah warisan di Italia & menetapkan pembagian warisanya berdasarkan wasiat yang dibuat di rasia, perkara diajukan di pengadilan Indonesia
Hal2 diatas menunjukan adanya kaitan antara fakta2 yang ada didalam perkara dengan suatu tempat & suatu sistim hukum yang harus atau mungkin digunakan
Misalnya :
– Kewarganegaraan si pewaris
– Tempat kediaman tetap ( domisili ) si pewaris
– Tempat letak benda
– Tempat penetapan surat wasiat
– Tempat pengajuan perkara

Hal2 yang menunjukan pertautan itulah yang dalam HPI disebut Titik2 taut
Faktor2 yang sama tersebut akan memberikan akibat / hasil yang berbeda2 berbagai sistim hukum.& karenanya faktor & titik taut yang mana akan menentukan hal itu tergantung sistim HPI suatu negara

Aturan2 HPI ( Choice Of Law Rules )
Adalah aturan2 yang akan menetapkan hukum apa / hukum mana yang seharusnya mengatur suatu perkara HPI
Untuk menetapkan hukum yang akan mengatur perkara HPI itu bergantung pada titik2 taut jadi titik2 taut itu yang akan menunjukan sistim hukum apa yang sesuai dengan sekumpulan fakta yang dihadapi

Menurut Prof Chan
Titik Taut yang dianggap penting adalah
1. Kewarganegaraan dari pihak2 yang berperkara (nasionality)
2. Hukum dari tempat perbuatan dilakukan ( Lex Loci Actus )
3. Hukum ditempat benda tetap berada ( Lex Kei Sitae )
4. Tempat Pembuatan / pelaksanaan kontrak ( Locus Contractus / Locus Solution )

Dalam hal penyelesaian suatu perkara HPI menurut prof RH Graveson perlu diperhatikan 3 hal yaitu :
1. Titik2 taut apa sajakah yang dipilih oleh sistim HPI tertentu yang dapat diterapkan pada sekumpulan fakta ybs
2. Berdasarkan sistim hukum manakah diantara pelbagas sistim hukum yang sama / yang ada hubunganya dengan perkara, titik2 taut itu akan ditentukan.hal ini perlu diperhatikan karena faktor2 / istilah2 yang sama mungkin secara teoritis diberi penafsiran yang berbeda didalam berbagai sistim hukum
ex : Domisili
Di Indonesia : Tempat tinggal
Di inggris : Tempat kelahiran
3. Setelah kedua masalah tadi ditetapkan barulah ditetapkan bagaimana itu dibatasi oleh sistim hukum yang akan diberlakukan ( lex causae )

HPI Mengenal 2 Macam Titik Taut
a. Titik taut primer ( primary of contact )
Biasa disebut titik taut pembeda
Unsur2 dalam sekumpulan fakta yang menunjukan bahwa suatu peristiwa hukum merupakan peristiwa HPI & bukan peristiwa hukum intern / nasional biasa
b. Titik taut sekunder / second da rary points of contack
biasa disebut titik taut penentu
unsur2 dalam sekumpulan fakta yang menentukan hukum manakah yang harus berlaku untuk mengatur peristiwa HPI yang bersangkutan

Jenis2 Titik Taut Yang Dikenal Dalam HPI Adalah
1. Kewarganegraan pihak2 yang bersangkutan
2. Domisili tempat tinggal / tempat asal orang / badan hukum ( zeter )
3. Tempat ( situs ) suatu benda
4. Bendera kapal
ex : Bendera Indonesia berarti hukum yang berlaku dalam kapal tsb adalah hukum ind walau bisa jadi kapten serta pemilik kapal orang asing
5. Tempat pembuatan hukum dilakukan ( locus actus )
6. Tempat timbulnya akibat perbuatan hukum / tempat pelaksanaan perjanjian ( locus solutionis )
7. Tempat pelaksanaan perbuatan2 hukum resmi & tempat perkara / gugatan diajukan ( locus forum )

HPI Itu Secara Garis Besar Dibagi Atas 2 Bagian Yaitu
1. HPI substantif ( bisa disebut sebagai hukum materil )
Yang termasuk dalam HPI subsantif adalah
I. Hukum pribadi meliputi
– Status personil
– Kewarganegaraan
– Domisilr
– Pribadi hukum ( recht person / badan hukum )
II. Hukum harta kekayaan meliputi
– Harta kekayaan materil
– Harta kekayaan immateril
III. Hukum perikatan ( keluarga ) meliputi
– Perkawinan
– Hubungan orang tua & anak
– Adopsi
– Perceraian
– Harta perkawinan
IV Hukum waris

2. HPI Objektif ( bisa disebut sebagai hukum formil ) meliputi
1. Kualifikasi ( prakteknya termasuk hukum acara )
2. Persoalan pendahuluan
3. Penyelundupan hukum
4. Pengakuan hak yang telah diperoleh
5. Ketertiban umum
6. Asar timbal balik
7. Penyesuaian

Pemakaian hukum asing
Renvoi
Pelaksanaan keputusan hakim asing

RENVOI ( PENUNJUKAN KEMBALI )
Bila sistim perdata internasional suatu negara menunjuk berlakunya suatu hukum asing hal tersebut dapat diartikan bahwa yang dimaksud sebagai hukum asing tersebut adalah
1. Ketentuan hukum intern negara yng bersangkutan yaitu sachnormen di jerman disebut sachnorm verweisung
2. Seluruh sistim hukum negara tersebut termasuk kaidah HPI nya yaitu kollisionsnormen dijerman disebut gesam ver weisung
Contoh : Renvoi ( penunjukan kembali )
Berdasarkan ketentuan HPI harus berlaku hukum negara Y, X =Y apabila kaidah HPI negara Y ini menunjuk kembali hukum negara X maka terjadilah apa yang dinamakan penunjukan kembali . X Y

Contoh kasus The Forgo Case ( 1883 )
1. Forgo adalah warga negara bawasia ( jerman )
2. Dia berdomosili diperancis sejak berusia 5 tahun tanpa memperoleh kewarganegraan perancis
3. Forgo meninggal dunia di perancis secara ab intestatis ( tanpa meninggalkan testemen )
4. Forgo sebenarnya adalah seorang anak luar kawin
5. Forgo meninggalkan sejumlah barang2 bergerak diperancis
6. Perkara pembagian harta warisan forgo diajukkan didepan pengadilan perancis

Dari kasus tersebut diatas melahirkan pertanyyan berdasarkan hukum mana pembagian harta warisan forgo diselesaikan berdasarkan hukum jerman atau hukum perancis

Ketentuan HPI Perancis Menyatakan Bahwa
Terhadap pewarisan benda2 bergerak harus diatur berdasarkan hukum dari tempat dimana pewaris menjadi warga negara
Ketentuan HPI Bararia ( Jerman )
Pengaturan harta warisan dari pewaris diatur berdasarkan hukum dimana pewaris bertempat tinggal sehari-hari
Proses Penyelesaian Perkara
1. Hakim perancis melakukan penunjukan kearah hukum jerman sesuai dengan kaidah HPI perancis
2. Hakim perancis menganggap penunjukan itu sebagai besom tverweisung sehingga meliputi pula ketentuan HPI jerman
3. Ketentuan HPI Bavaria ( jerman ) bahwa dalam kasus tersebut HPI Bavaria ( jerman ) menunjuk kembali kepada hukum perancis ( hukum dimana pewaris bertempat tinggal sehari hari )

Pada tahap ini terjadilah apa yang disebut renvoi ( penunjukan kembali ) kalau hakim perancis menerima ketentuan hukum jerman tadi artinya memutuskan kasus yang dihadapinya itu berdasarkan kepada hukum jerman dikatakanlah hakim perancis menerima renvoi
Perbedaan antara pemberlakuan hukum perancis atau hukum jerman untuk memutuskan perkara bukanlah sekedar merupakan masalah teoritis saja tetapi juga dapat menghasilkan keputusan yang berlainan

Menurut Hukum Perdata Bavaria ( Jerman )
Saudara2 kandung dari seorang anak luar kawin tetap berhak untuk menerima harta warisan dari anak luar kawin tsb
Menurut Hukum Perdata Perancis
Harta peninggalan dari seorang anak luar kawin akan jatuh ketangan negara

Dalam kasus diatas hakim perancis menerima renvoi berarti hakim perancis menyelesaikan kasus perkara berdasarkan hukum perancis maka putusanya harta peninggalan forgo jatuh ketangan pemerintah perancis

PENUNJUKAN LEBIH LANJUT
Kasus Patino Tahun 1950
1. Dua orang warganegara bolovia yaitu suami istri patino mengajukan permohonan perceraian
2. Pernikahan mereka dilakukan spanyol
3. Permohonan perceraian diajukan ke pengadilan perancis

Persoalanya
Berdasarkan hukum mana pemenuhan / penolakan atas permohonan perceraian itu harus dilakukan

Proses Penyelesian Perkara
– Hakim perancis melihat kepada kaidah HPI perancis karena ia menyadari perkara yang dihadapinya adalah termasuk kedalam perkara HPI
– Perkara dimaksud termasuk kedalam kelompok status personal seseorang maka perkara ini harus diselesaikan berdasarkan prinsip kewarganegaraan para pihak
– Ternyata para pihak adalah kewarganegaraan Bolivia maka perkara ini harus diselesaikan berdasarkan hukum bolovia sebagai lex patria para pihak
– Pemikiran hakim seperti dimaksud menunjukan bahwa hakim perancis telah menunjuk kearah hukum bolovia oleh karena itu hakim perancis melihat kaidah2 HPI bolovia
– Kaidah HPI bolovia ternyata menetapkan bahwa perkara tentang pemenuhan atau penolakan terhadap permohonan ceraiharus didasarkan dimana perkawinan dilangsungkan maka dengan itulah perceraian dilaksanakan
– Jadi kaidah HPI Bolivia tidak menunjuk kembali kearah hukum perancis melainkan kepada hukum spanyol ( menunjuk lebih lanjut ) disinilah terjadi penunjukan lebih lanjut

STATUS PERSONIL
Pasal 16 AB
Status personil adalah
Keadaan / kondisi seseorabg dalam hukum yang diberikan / diakui oleh negara untuk mengamankan & melindungi masyarakat & lembaga2nya

Status Personil Ini Meliputi
Hak & kewajiban kemampuan & ketidak mampuan bersikap / bertindak dibidang hukum yang unsur2nya tidak dapat diubah / kemauan pemiliknya

Isi & Jangkauan Status Personil
Secara garis besarnya isi & raung lingkup status personal dapat dibagi atas 2 yaitu
1. Dalam artim luas
Status personil meliputi berbagai hak dimulai sejak lahir & berhentinya setelah mati kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum perlindungan kepentingan pribadi hal2 yang berhubungan dengan hukum keluarga & waris
2. Dalam arti sempit
Tidak mengangap sebagai status personil hukum harta benda perkawinan pewarisan & ketidak mampuan bertindak dibidang hukum
Dalam hal kasus misalnya dokter tidak diperkenankan memperoleh sesuatu hak yang timbul dari testemen pasienya ( hal ini dianut diprancis )
Konsep lebih lanju yaitu sama sekali tidak memasukan hukum keluarga & waris dalam ruang lingkup status personil
Cara menentukan Status Personil
Secara garis besarnya untuk menentukan status personil
1. Asas kewarganegaraan / personalitas ( lex patria )
Aliran personalitas menyatakan bahwa untuk status personil seseorang berlaku hukum nasionalnya
2. Asas teritorialitas / domisili ( lex domicilie )
Menyatakan bahwa status personil seseorang tunduk pada hukum dinegara mana ia berdomisili

Asas Kewarganegaraan
Yang menetapkan seseorang itu adalah warga negara dari suatu negara adalah negara yang bersangkutan & itu hak mutlak dari negara tersebut

Prinsip2 Umum Kewarganegaraan
Kebebasan suatu negara untuk menentukan siapa warga negaranya dibatasi oleh prinsip2 umum hukum internasional tentang kewarganegaraan . pembatasan2 itu dapat dilihat pada konvensi2 internasional kebiasaan2 internasional & prinsip2 yang secara internasional diterima berkenaan hal kewarganegaraan
Pembatasan Terhadap Kebebasan Dalam Menentukan Warga Negara adalah
1. Orang2 yang dulu tidak mempunyai hubungan apapun dengan suatu negara tidak boleh dimasukan sebagai warga negara yang bersangkutan
2. Suatu negara tidak boleh menentukan siapa2 yang merupakan warga negara suatu negara lain

Cara Menentukan Kewarganegaran
Ada 2 asas utama dalam menentukan kewarganegaraanya yaitu
1. Asas keturunan ( ius sanguinis )
Maksudnya menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunanya seseorang yang lahir / terlahir dari ortu tsb merupakan warga negara dari negara Indonesia
2. Asas tempat kelahiran ( ius soli )
Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahiranya bila seseorang dilahirkan diwilayah negara x maka ia merupakan warga negara x tsb
Cara menentukan kewarganegaraan antara berbagai negara mengakibatkan bahwa dalam keadaan tertentu seseorang dapat memiliki lebih dari satu kewarganegaraan dengan kedudukan bipatride / multi patride tetapi dapat juga terjadi seseorang tidak memiliki kewarganegaraan sama sekali yang disebut apatriadi

UU KEWARGANEGARAAN RI
Secara garis besar uu kewarganegaraan KI No 62 / 1968 mengatur 3 yaitu
1. Orang2 yang dianggap sebagai warga negara RI
2. Pencegahan apatride pada anbak2 yang dilahirkan diwilayah RI
3. Pencegahan terjadinya bipatride

Domosili
Yaitu negara / tempat menetap yang menurut hukum dianggap sebagai pusat dari pada kehidupan seseorang

Domisili di inggris memiliki 3 macam pengertian yaitu
1. Domisili Of Origin
Diperoleh seseorang pada waktu kelahiranya bagi anak yang sah domisili og originya adalah negara dimana ayahnya berdomisili pada saat ia dilahirkan sedangkan bagi anak tidak sah domisili ibunyalah yang menjadi domisili of originya
Bila ayahnya memiliki domisili of choice maka yang merupakan domisili anak adalah domisili of choice anaknya tersebut
Konsep domisili of origin yang dianut di inggris ini dalam hal memberlaku hukum bagi status personi
2. Domisili Of Choice
Ketiga syarat itu adalah
a. Kemampuan
b. Residence ( tempat kediaman )
c. Hasrat ( itikad ) / insention
Pribadi yang tidak mampu bersikap / bertindak dalam hukum tidak dapat memperoleh domisili of choise sendiri juga pribadi tersebut harus mempunyai tempat kediaman sehari hari pada suatu tempat tertentu.Disamping itu harus ada keinginanya untuk tetap tinggal pada tempat kediaman tersebut
Bagi negara2 eropa continental istilah domisili cukup memenuhi 2 syarat saja yaitu
a. Adanya kemampuan
b. dan tempat kediaman
Pengertian semacam ini di inggris diartikan sebagai Habitual Recidenci untuk mendapat meningkat menjadi domisili of choice masih perlu ditambahkan adanya keinginan untuk menetap ditempat yang baru di inggris dianut pula suatu ketentuan yang disebut dengan Doktrin Of Revival yang artinya
Bahwa bila seseorang melepaskan domisili semula tetapi tidak mendapatkan domisili lainya maka domisili of originyalah yang hidup kembali
3. Domisili By Operation Of The Taw
Domisili yang dimiliki oleh pribadi2 yang domisilinya tergantung pada domisili orang lain mereka ini adalah anak2 yang belum dewasa wanita yang bersuami & orang2 yang berada dibawah pengampuan

Diinggris ada ketentuan bahwa
a. Setiap orang harus mempunyai domisili
b. Setiap orang hanya diperbolehkan mempunyai 1 domisili
a. Penentuan domisili seseorang menurut HPI di inggris ditentukan oleh kaum inggris

Pribadi Hukum ( Badan Hukum )
Yaitu suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari angota2nya dianggap sebagai subjek hukum mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum mempunyai tanggung jawab & memiliki hak2 serta kewajiban2 seperti yang dimiliki oleh seseorang
Pribadi hukum ini memilki kekayaan tersendiri mempunyai pengurus / pengelola & dapat bertindak sendiri sebagai pihak didalam suatu perjanjian

Status Personil Pribadi Hukum
Sebagai suatu badan yang disamakan sebagai perseorangan pribadi hukumpun memiliki status personil yaitu
Hukum Yang Dipakai Untuk Menentukan
a. ada / tidaknya status pribadi hukum .
b. Kemampuan bertindak dalam hukum
c. Hukum yang mengatur organisasi intrn & hubungan2 hukum dengan pihak ketiga
d. Cara2 perubahan dalam anggaran dasar
e. Terhentinya pribadi hukum sebagai subjek hukum

Hukum Yang Berlaku Untuk Pribadi Hukum
Negara2 anglo section ( Common law = gabungan dari negara2 yang dijajah inggris ) mengangap bahwa hukum yang berlaku untuk pribadi hukum adalah hukum negara tempat pribadi hukum tersebut didirikan / dibentuk ( State Of Incorporation ), sedangkan bagi negara2 eropa continental ( sistim civil law ) hukum yang berlaku untuk pribadi hukum di tentukan oleh hukum negara dimana pusat kegiatan menejemenya berada ( central of choice )

Kemampuan Bersikap / Bertindak
Batas2 kemampuan bersikap / bertindak dalam hukum & melakukan perbuatan hukum ditentukan didalam anggaran dasar badan hukum / pribadi hukum yang bersangkutan tindakan2 yang menyimpang / melampui apa yang tercantum didalam anggaran dasar tsb dapat mengakibatkan pembatalanya / batal demi hukum

Ketentuan Hukum Di Indonesia
Suatu badan hukum ( pribadi hukum ) yang akan melakukan kegiatan diwilayah Indonesia harus didirikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia & berkedudukan di Indonesia ketentuan seperti ini merupakan ketentuan gabungan antara teori I Coporation dengan teori Control Office

Hukum Harta Kekayaan
Harta kekayaan adalah segala sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan seseorang
Bila orang yang berkedudukan sebagai subjek hukum maka harta kekayaan merupakan objek hukum, harta kekayaan itu secara garis besarnya meliputi
1. Harta kekayaan materil ( harta / benda2 tetap & benda2 bergerak )
2. Harta kekayaan immaterial ( hak )
3. Perikatan ( perjanjian, perbuatan melanggar hukum )

Hukum Benda
Semenjak berkembangnya paham / teori / ajaran / doktrin / mazhab yang menganut teori statuta benda2 tetap yang termasuk dalam statuta realita tunduk kepada hukum ditempat / dimana letaknya benda2 tersebut ( lex rae sital ) pasal 17 B
Bagi benda bergerak semula berlaku asas mobilla seguntuur personam yaitu bahwa benda2 bergerak mengikuti status orang yang menguasinya, tetapi semenjak runtuhnya sistim feodalisme yang disusul dengan munculnya sistim kapitalisme yang kegiatan ekonomi & keuanganya sering melampaui batas kenegaraanya maka asa lex raesitas berlaku juga bagi benda2 bergerak maka dengan ini demikian hukum yang berlaku untuk harta kekayaan in materil adalah hukum benda bergerak ( berlaku hukum benda tetap )
Diinidonesia berdasarkan pasal 17 AB bagi benda2 tidak bergerak berlaku hukum dari tempat dimana benda2 itu terletak terhadap benda in materil juga berlaku hukum benda bergerak sama dengan di inggris

Hukum Perjanjian
Perjanjian Perdata Internasional
Adalah suatu perjanjian yang mengandung nilai ekonomis & mempunyai unsur2 asing
Unsur2 Asing Tsb Misalnya
– Subjek Hukum
– Objek yang diperjanjikan dipilihnya suatu hukum lain oleh kedua belah pihak yang keduanya sam2 tunduk dibawah suatu sistim hukum yang sama / dilaksanakanya perjanjian dinegara lain dari negara tempal dibuatnya perjanjian tersebut
Example
– Seorang pedagang ( importir ) warga negara Indonesia mengadakan perjanjian dengan seorang warga negara jepang mengenai import barang2 elektronik dari jepang
– Pemerintah Indonesia mengadakan perjanjian peminjaman uang kepada pemerintah amerika serikat hukum yang dipakai………
Dalam suatu perjanjian perdata internasional terlebih dahulu harus dilihat apakah kedua belah pihak telah memilih suatu sistim hukum tertentu yang menguasai perjanjian tersebut dan pilihan hukum itu dapat
1. Dilakukan secara tegas / nyata
Caranya : dengan menyatakanya dalam kata2 yang tercantum didalam perjanjian yang dibuat tersebut
2. Dilakukan secara diam diam
Pilihan hukum secara ini disimpulkan dari ketentuan2 fakta2 yang ada perjanjian tersebut
Bila ada pilihan hukum maka yang berlaku bagi perjanjian tersebut adalah hukum yang telah dipilih oleh para pihak yang dimaksud

Namun demikian terhadap perkara hukum ini berlaku pembatasan2
1. Tidak berlaku mengangu ketertiban umum
2. Bila penguasa mengadakan peraturan khusus yang bersifat memaksa tentang apa yang diperjanjikan tersebut
umpamanya adanya larangan import kendaraan bermotor dalam keadaan siap ke Indonesia
3. Pilihan hukum ini hanya diperbolehkan dalam bidang hukum perjanjian dalam hal inipun ada pengecualian yaitu tidak diperbolehkan pilihan hukum dalam hal suatu perjanjian kerja
Pada umunya telah diterima suatu prinsip bahwa para pihak diperolehkan memilih hukum negara ketiga asalkan yang dipilih bukan merupakan hukum yang sama sekali tidak ada hubunganya dengan perjanjian yang bersangkutan

q Hukum Penyelewengan Data
Penyelewengan perdata mungkin timbul karena kesengajaan / hanya karena kelalaian apabila perbuatan seseorang mengakibatkan menimbulkan kerugian pada orang lain maka perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai penyelewengan perdata, penyelewengan perdata yang mempunyai unsur2 asing di inggris dibedakan 2 golongan yaitu
1. PMH yang terjadi diluar inggris
2. PMH yang terjadi diwilayah inggris
Terhadap PMH yang terjadi di inggris meskipun kedua bela pihak ( yang dirugikan & yang kerugian ) adalah orang asing selalu dipergunakan lex fori ( hukum yang mengadili perkara ) apabila PMH itu terjadi diluar inggris maka dimungkinkan untuk menerapkan hukum asing ( hukum dari pada terjadi & diadili )

q Berbagai Teori Tentang Hukum Yang Di Pergunakan
Ada 3 kemungkinan mengenai hukum yang dipergunakan untuk menyelesaikan perkara tentang penyelewengan perdata.
1. Hukum dari tempat terjadinya p[enyelewengan perdata
1. hukum dari tempat dimana perbuatan tersebut diadili
2. dipakai teori the profer law of the tort
yang menyatakan bahwa bilmana timbul pertentangan mengenai pemilihan lex loci/lex fori dalam mengadili PMH sebaiknya hakim memilih lex fori
Pemakaian lex loci delicti commisi memiliki kelemahan yaitu bilamana tempat dimulainya penyelewengan perdata ternyata berbeda dengan tempat timbulnya kerugian.

Contoh :
Seorang warga negara Malaysia berwisata di hutan yang berbatasan dengan wilayah Thailand, secara tidak hati2 (sembrono) membuang puntung rokoknya yang menimbulkan kebakaran, api merembet dari hutan wilayah Malaysia ke hutan wilayah Thailand dan disana membakar beberapa buah mobil orang2 thailand yang sedang berwisata pula
Dalam menghadapi perkara tersebut diatas ada 3 kemungkinan cara penyelesaiannya :
1. dipergunakan hukum yang sesuai/relevan dengan peristiwa tersebut. Dalam hal ini pihak yang dirugikan dapat memilih hukum mana yang paling menguntungkan baginya. Cara penyelesaian seperti ini dipraktek kan di jerman.
2. Dipergunakan hukum dari negara dimana perbuatan itu dimulai (yang menimbulkan kerugian). Pendapat seperti diatas di praktekkan di beberapa negara eropah continental.
3. Dipergunakan hukum dari negara dimana akibat dari perbuatan tersebut menimbulkan kerugian (negara tempat terjadinya kerugian) ketentuan seperti di atas dipraktekkan di Amerika.
Walaupun memiliki kelemahan teori lex fori delicti ini tetap berguna dalam hal tergugat dan penggugat sama kewarganegaraannya

Pemakaian dari The Profer law of the troth adalah sebagai contoh kasus
Bablock versus Jacson
1. Suami istri wiliam jacson pada suatu akhir minggu piknik ke Canada dengan mempergunakan mobilnya, yang bernomor New york, diasuransikan di New york dan garansinya di New york.
2. ikut menumpang dalam mobil itu Miss Georgia Bablock, mereka ini semuanya adalah penduduk New york. Diontario terjadi kecelakaan dan Miss Bablock luka berat
3. beberapa waktu kemudian Miss Bablock menuntut Jacson melalui negara bagian New York unuk mendapatkan ganti rugi
4. berdasarkan ketentuan di Ontario seorang yang menumpang gratis tidak berhak menuntut ganti rugi bila terjadi kecelakaan tetapi ketentuan seperti tersebut tidak terdapat di New york.

Keputusan/kesimpulan
Dipergunakan hukum New york (lex fori) karena kepentingan New york lebih erat hubungan dari pada Ontario karena penggugat, tergugat, no mobil, asuransi mobil dan jaminan semuanya mempunyai hubungan yang nyata dengan new york (sesuai cara ni 1 penyelesaiannya)

HUKUM KELUARGA
Perkawinan
Pengertian perkawinan menurut UU No 1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.

Selanjutnya dalam penjelasan UU tersebut diuraikan bahwa membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan keturunan yang juga merupakan tujuan perkawinan. Pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

Perkawinan Internasional
Adalah suatu perkawinan yang mengandung unsur2 asing. Unsur2 asing tersebut dapat berupa :
1. salah seorang mempelai mempunyai kewarganegaraan yang berbeda dengan mempelai lainnya.
2. kedua mempelai berkewarganegaraan yang sama tetapi perkawinannya dilangsungkan di negara lain
3. gabungan dari keduannya

Asas perkawinan
Pada dasarnya terdapat 2 asas perkawinan yaitu :
1. Monogami
2. Poligami
Menurut sistim HPI Inggris. Seorang pribadi/seseorang yang berdomisili di negara yang menganut asas monogamy secara hukum tidak akan dapat melakukan perkawinan poligami secara sah.

Hukum yang mengatur perkawinan internasional
Diindonesia sebelum berlakunya UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan internasional diatur melalui stablat No 158/1998 yang disebut sebagai peraturan perkawinan campuran/GHR.
Yang diatur melalui GHR adalah perkawinan antara orang2 yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berbeda. Dengan demikian GHR tidak hanya berlaku untuk perkawinan internasional saja tetapi berlaku juga untuk perkawinan antar golongan

Perkawinan y6ang diatur dalam GHR adalah :
1. Perkawinan antar sesama WNI yang tunduk pada hukum adat yang berbeda baik perkawinan itu dilangsungkan di Indonesia maupun dari luar negeri.
2. Perkawinan sesama WNI antara seorang wanita yang tunduk pada hukum adat dengan pria yang tunduk pada BW atau sebaliknya, baik perkawinan tersebut dilangsungkan di Indonesia maupun luar negeri.
3. Perkawinan sesama WNI yang berbeda agama baik perkawinan itu dilangsungkan di Indonesia maupun luar negeri
4. Perkawinan seorang WNI dengan seorang WNA yang dilangsungkan di Indonesia maupun di Luar negeri
5. Perkawinan antara sesama WNA yang tunduk pada hukum yang berbeda dan dilangsungkan di Indonesia
Dari berbagai jenis perkawinan tersebut diatas yang termasuk sebagai perkawinan Internasional adalah perkawinan2 yang dilangsungkan di luar negeri, perkawinan antara seorang WNI dengan seorang WNA dan perkawinan antara WNA yang dilangsungkan di Indonesia.

Ketentuan2 terpenting dalam GHR adalah :
1. Formalitas perkawinan dilangsungkan menurut hukum si suami, dengan syarat hal ini disetujui oleh kedua belah pihak. Dalam masyarakat yang mengakui persamaan hak maka persetujuan kedua belah pihak perkawinan dapat juga dilangsungkan menurut hukum istri.
2. Untuk perkawinan yang dilangsungkan diluar Indonesia. Formalitas dilangsungkan perkawinan dilakukan sesuai dengan bentuk menurut hukum yang berlaku di tempat dilangsungkannya perkawinan tersebut (pasal 10).
3. seorang istri dalam perkawinan campuran selalu mengikuti kedudukan hukum suaminya, baik dalam hukum publik maupun perdata (pasal 2 GHR). Dilihat dari sudut emansipasi ketentuan ini kurang menghargai wanita karena dalam perkawinan wanita akan selalu mengikuti kedudukan suaminya. Untuk menutupi hal ini UU no 62 tahun 1998 tentang kewarganegaraan telah menetapkan bahwa bagi seorang wanita yang menikah dengan pria yang berbeda kewarganegaraan kepada si wanita diberi kesempatan utnuk tetap mempertahankan kewarganegaraannya sendiri, baik wanita itu WNI atau WNA.
4. Perbedaan agama, golongan raktyat, ataupun keturunan (ras) tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk menghalang2i suatu perkawinan Pasal 7 sub 2 GHR.
Semenjak berlakunya UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan bahwa berdasarkan Pasal 66 dari UU yang dimaksud. Segala peraturan yang mengatur tentang perkawinan tersebut, maka mengenai perkawinan Internasional yang dilakukan di Indonesia yang salah seorang mempelainya WNI harus tunduk pada UU No 1 tahun 1974. Pasal 57 UU tersebut menyatakan bahwa yang di maksud dengan perkawinan campuran menurut UU ini adalah perkawinan antara dua orang Indonesia, yang masing2 tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dari salah satu pihak WNA dan salah satu pihak WNI.

Untuk Formalitas
Dalam melangsungkan perkawinan campuran diatur dalam pasal 59 yang menyatakan bahwa perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut UU perkawinan ini.
Untuk materinya
Ditetapkan pada pasal 60 yaitu perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat2 perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi masing2 pihak telah dipenuhi.

Perkawinan antara 2 orang WNI/ seorang WNI dengan seorang WNA yang dilangsungkan di luar Indonesia diatur oleh pasal 56 yang menyatakan perkawinan tersebut sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi WNI tidak melanggar ketentuan2 UU No 1 tahun 1974

Di Inggris syarat suatu perkawinan harus sesuai dengan ketentuan hukum dari domisili para mempelai. Mengenai pengertian domisili menurut para sarjana Inggris terbagi 2 yaitu :
1. Domisili Pihak suami waktu perkawinan dilangsungkan
2. tempat yang dipilih oleh kedua mempelai untuk berdomisili segera setelah perkawinan mereka.
Sedangkan untuk formalitas berlangsungnya perkawinan berlaku hukum dari tempat dilangsungkan perkawinan lex loci celebration).

Di USA dan negara2 amerika latin hukum yang berlaku bagi suatu perkawinan baik mengenai formalitas maupun untuk syarat Materinya adalah hukum dari tempat dilangsungkannya perkawinan tersebut

Disebagian besar negara2 eropah continental syarat materil suatu perkawinan ditentukan oleh hukum nasional masing2 pihak, (pasal 16 AB) sedangkan formalitas dilangsungkan perkawinan mengikuti kaidah locus rebit atum (pasal 18 AB)

ADOPSI
Adopsi diartikansebagai suatu tindakan untuk menciptakan hubungan keturunan buatan tanpa hubungan keturunan biologis, sehingga hubungan antara sang anak (adoptandus) dan orang tua (adoptan) harus dianggap sebagai pertalian darah.

Fungsi adopsi
Ada 2 pendapat yaitu :
1. Pendapat kuno
Adopsi itu berfungsi untuk malanjutkan atau menjamin kelanjutan keturunan keluarga yang mengangkat (adoptan)
2. Pendapat modern
fungsi adopsi untuk melindungi kesejahteraan anak
pendapat2 lain
1. Burahim esde
untuk kebahagian batin orang tua yang mengangkat
2. Pendapat lain
adalah penggabungan dari 3 pendapat diatas

Macam2 adopsi
Secara garis besar adopsi dapat dibagi atas 2 bagian ayitu :
1. Adoptio Plena
Adalah adopsi yang sempurna yang berakibat hubungan sang anak dengan orang tua biologisnya putus sama sekali (ini yang haram bagi umat islam)
2. Adoptio Minus Plena
adalah adopsi yang bertujuan untuk pemeliharaan dan pendidikan sang anak, disini hubungan anak dengan orang tua biologisnya masih tetap ada.

Syarat2 adopsi
Syarat metrial untuk adopsi ada beberapa macam dan tidak sama satu negara dengan negara lainnya, syarat2 itu antara lain :
1. adoptan harus telah mempunyai usia tertentu
adoptandus harus mempunyai usia tertentu, dengan selisih umur antara adoptan dan adoptandus di tentukan.
2. harus ada persetujuan dari pihak wali adoptandus.
3. larangan adopsi bagi adoptan yang sudah punya anak
4. larangan adopsi bagi adoptan yang sudah mengadopsi anak lain.
5. larangan adopsi terhadap pihak yang berlainan ras dan warna kulit

Tinggalkan komentar